Mengungkap Keunikan Kesultanan Selacau
Penulis: Dono Darsono
KESULTANAN Selacau merupakan satu-satunya kesultnanan yang berdiri di tatar Parahyangan. Bahkan, setelah nama kesultnana ini viral tak sedikit masyarakat Parahyangan, termasuk kaum kampus yang kebelet ingin menginjakkan kaki di bumi kesultnanan yang berdiri 1549 sampai dengan 1589 di Parung Ponteng, Tasikmalaya Selatan (Tasela).
Adanya rekam jejak sejarah mengenai kesultnanan di Parahyangan, memang cukup mengejutkan. Pasalnya, merujuk sejarah yang kita baca selama ini, kesultnanan hanya ada di Wilayah Banten, dan Cirebon. Namun, dengan munculnya fakta sejarah mengenai Kesultanan Selacau di Wilayah Priangan Timur cukup mengejutkan masyarakat Tatar Sunda lantaran selama ini belum ada buku-buku sejarah yang mengupas tuntas ihwal keberadaan kesultnanan Selacau.
“Lenyapnya” Kesultananan Selacau dari fakta sejarah selama ini mengundang pertanyaan di tengah kehidupan masyarakat Sunda. Tak sedikit dari mereka menuding adanya pihak-pihak tertentu yang sengaja ingin menghapus jejak sejarah kesultnanan dari kehidupan masyarakat Tatar Sunda. Namun, realitasnya tak begitu. Terbukti, jejak sejarah kesultnanan tersebut akhirnya terkuak. Kita percaya bahwa bumi ini berputar, dan sejarah pun turut berputar. Cepat atau lambat sejarah Kesulutanan Selacau akhirnya terkuak jua.
Terkuaknya sejarah kesultnanan yang berdiri di Parahyangan tidaklah terjadi begitu saja. Pegiat cagar budaya asal Tasikmalaya Raden Rohidin, sang pewaris cagar budaya, dengan tekun terus berjuang sendiri untuk membuka sejarah yang sesungguhnya mengenai kesultnanan secara obyektif. Rohidin, sejak tahun 2018 bekerja keras untuk membuktikan fakta sejarah kesultananan sekalipun nyawa taruhannya.
Kerja keras sang pegiat cagar budaya nyatanya membuahkan hasil. Rohidin, berhasil mendapatkan fakta sejarah berupa dokumen tentang berdirinya Kesultnanan Selacau Tunggul Rahayu di Kampung Nagara Tengah, Desa Cibungur, Kecamatan Parung Ponteng, Tasikmalaya. Dokuen sejarah kesultnana diperoleh dari Mahkamah Interansional yang mencatat Culture Heritage Selaco Federation dengan nomor lisensi: 78965.32.32 UNDP-56-XX.56.89.2018. Kemudian, Kemenkumham RI Nomor: AHU-0006177.AH.01.07/2018 menyatakan Selagodon Kingdom dan dinyatakan sebagai perkumpulan cagar budaya kesultnanan Selaco Tunggul Rahayu.
“Perserikatan Bangsa-Bangsa (2018) menyatakan Selacau sebagai warisan budaya peninggalan Kerajaan Padjajaran masa kepemimpinan Raja Surawisesa,” ungkap Sultan Rohidin, keturunan kesembilan dari Raja Padjadjaran Surawisesa dengan gelar Sultan Patra Kusumah VIII.
Sejarah Kesultanan
Setelah mengantongi dokumen sejarah Kesultanan Selacau Tunggul Rahayu, Rohidin SH, MH, M.Si, kiprah pria bertubuh tegap dalam merekonstruksi situs-situs sejarah kesultnanan semakin trengginas. Ia bekerja di atas kekuatan sendiri mulai dari menyusun sejarah kesultnanan hingga membangun kembali situs-situs itu tersebut sebagaiamana bentuk bangunan kesultnan di asa lampau. Bangunan kesultnanan yang megah kini menjadi monumen sejarah yang merepresentasikan kehadiran kesultananan di asa kini.
Dalam wawancara, sang pegiat cagar budaya Rohidin menjelaskan secara singkat mengenai sejarah kesultnanan. Menurutnya, kesultananan Selacau didirikan Kanjeng Gusti Prabu Surawisesa Raja Padjajaran putra dari Prabu Siliwangi. Kesultanana pada waktu itu dipimpin Sultan Patrakusumah 1589 sampai dengan 1599. Kesultanan ini berdiri pada saat terjadi prahara di Kerajaan Padjadjaran. Kanjeng Gusti Prabu Surawisesa harus mendirikan Kesultanan untuk menjaga kelestarian nilai nilai luhur Padjadjaran Silih Asih, Silih Asah, Silih Asuh.
Kesultanan Selacau Tunggul Rahayu, merupakan kesultanan di Tatar Sunda yang tidak terganggu oleh kekuatan Mataram. Pasalnya, kesultanan ini berada di wilayah pardikan atau wilayah yang disucikan (keagamaan) Syeh Abdul Muhyi dimasa transisi Selacau. Syeh Abdul Muhyi menjabat sebagai majelis tinggi dimasa sultan terakhir yaitu syeh Abdul Wahid Natakusumah yang bergelar Rajapapimpin. Agar tidak diserang Mataram, akhirnya Syeh Abdul Muhyi (1600M-1614M) sebagai ketua ajelis/penasehat pejabat sultan terakhir secara resmi menyatakan bahwa kesultanan Selacau sebagai wilayah keagamaan.
Masa pemerintah Selacau, lanjut Rohidin ada tiga fase, yakni, fase Rahadian Patra bergelar Sultan Patrakusumah Sayidin PanatagamaSurawijaya (periode 1548-1589). Setelah Sultan Patrakusumah wafat dijabat Patih Dipamanggala selama 20 tahun (fase kedua). Kemudian, pemerintahan Selacau dipegang Kutamaya. Kutamaya meninggal karena dibunuh oleh pihak Sumedang di Darmaraja. Setelah Dipamanggala wafat dilanjutkan oleh Syeh Abdul Wahid Natakusumah (614M). Selanjutnya, selanjutnya Syeh Abdul Muhyi (1600M-1614M).
Hasil penelusuran, demikian Rohidin, Selacau berdiri 1548-1589 dijabat Sultan Patrakusumah (1589-1599). Patih Dipamanggala (1589-1614). Dilanjutkan oleh Syeh Abdul Wahid Natakusumah. Setelah itu, tidak ada pemerintahan dan Selacau menjadi daerah khusus keagamaan dan kekuasaan pemerintahan di bawah Sukapura, dipusatkan di Selacau. Walhasil, Selacau tidak menjadi bahwahan Sukapura. Selacau pada waktu itu memberlakukan bebas pajak pada masyarakat. Setelah Mataram di masa Sultan Agung Hanyakrokusumoh (1614M) masuk ke Parahyangan situasi semakin runyem pasalnya Matar mewajibkan pajak dalam bentuk bagi hasil atas kelola wilayah Selacau. Dari sinilah, titik akhir pemerintahan Selacau.
Berangkat dari sejarah bahwa kesultnanan Selacau sebagai wilayah keagamaan, akhirnya Rohidin sebagai pewaris cagar budaya kini tengah bekerja ekstra kersa untuk mewujudkan Selacau sebagai destinasi wisata religi mandiri. “Sekalipuyn tidak ada bantuan dari pemerintah, kami tetap menjalin koordinasi dengan pemerintah dalam mengembangkan kesultananan sebagai destinasi wisata religi mandiri,”.
Keunikan Selacau
Sebagai destinasi wisata religi mandiri, Kesultananan Selacau sudah siap untuk memanjakan para pengunjungnya. Di tempat wisata ini pengunjung selain bisa menikmati keindahan bangunan kesultananan di tengah hutan, dinginnya tiupan angin pegunungan, juga dimanjakan oleh bangunan kesultnanan mulai pintu gerbang utama, hingga ke pernik-pernik artefak yang hingga kini masih terjaga kealiannya.
Di dalam dan belakang istana kesultananan terdapat situs berupa makam para pejabat kesultnan seperti makam KGP Surawisesa Parungponteng, Raja Komala Selaco Parungponteng, makam Sultan Agung Patrakusumah Sodong hilir, makam Eyang Raksaniti Parungponteng, makam R.Suryadiningrat Parungponteng, makam Dipasajaya Parungponteng, makam Kiayi Wastapajaya Parungponteng, situs makam Rd Mahmudsyah Sacataruna Sodong hilir, makam Kgp SusukTunggal Parungponteng, dan makam Syeh Syaripudin Parungponteng.
Kesultananan Selacau berbeda dengan kesultnanan lainnya yang ada di Jawa Barat dan Banten. Kesultanan ini tidak berada di tengah kota, melainkan berdiri tegak di tengah hutan seluas 30 hektar. Kondis hutan yang masih perawan salah satu daya tarik pengunjung. Tiupan angin, sura burung, dan naik turunnya jalan yang melilit hutan kesultanan merupakan perhiasan kesultnanan yang membuat para pengunjung betah di tempat itu.
Bahkan, keunikan lainnya yang membuat para pengunjung kaget adanya landasan helikopter di tengah hutan yang di bawahnya berdiri tegak bangunan kesultanan. Landasan helikopter itu hingga kini masih dipergunakan oleh para tau yang sengaja ingin berkunjung atau bersilaturahmi dengan sang pewaris kesultanan Raden Rohidin. Karenanya, destinasi wisata religi Selacau bisa dikunjungi dengan menggunakan sepeda (olahraga), sepeda motor, kendaraan roda empat bahkan helikopter. Bagaimana, indah bukan?