Buntut Demo Anarkis di Mapolda Jabar, Ketua Umum GMBI dan 11 Pentolan Lainnya Terancam 7 Tahun Penjara

Reporter: Abah Dolken
E-media, Bandung – Dua belas pentolan GMBI, termasuk Ketua Umumnya MF ditetapkan menjadi tersangka atas kasus tindak pidana penghasutan, dan pengrusakan fasilitas Mapolda Jabar ketika aksi unjuk rasa beberapa hari lalu.
Seperti dijelaskan Kabidhumas Polda Jabar, Kombes Pol. Ibrahim Tompo kepada awak media, di halaman upacara Mapolda Jabar, Jalan Soekarno Hatta, Bandung, Senin (31/1/2022). Kepada tersangka yang berjumlah 12 dijerat pasal
160 KUHP dan atau Pasal 170 KUHP dan atau Pasal 406 KUHP serta Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman hingga 7 tahun.
“Mereka yang terlibat Unras anarkis GMBI ini masih akan terus dikembangkan, dan kemungkinan tersangka akan bertambah,” kata Ibrahim Tompo.
Selain ketua umum GMBI berinisial MF, seorang pentolan lainnya berinisial SBI kini diamankan akhirnya menyerahkan diri bersama seorang temannya, karena tidak tahan terus menerus menjadi buronan polisi.
SBI sendiri, kata Ibrahim Tompo, adalah yang berorasi di atas mobil dan berteriak-teriak menyatakan dia sudah siap mati bersama 500 anggota GMBI lainnya.
“Ketika dilakukan pemeriksaan, di mobil tersangka SBI ditemukan alat pengejut listrik, senjata tajam, senjata air softgun dan barang bukti lainnya seperti pemukiul softball, stik golf, ” jelas Ibrahim Tompo.
Pada saat demo GMBI yang berujung rusuh, Kamis (27/1/2022) lalu, menurut Ibrahim Tompo, banyak sekali barang bukti yang berhasil disita termasuk kendaraan bermotor.
“Ranmor yang berhasil diamankan berjumlah 313 unit, terdiri dari 96 unit Roda-4 dan 217 unit R-2. Dan telah dilakukan pemeriksaan dan verifikasi melalui database Regident Ranmor Polri. Hasilnya banyak juga yang tidak sesuai dengan database Regident Ranmol Polri,” ujar lulusan Akpol 1993 tersebut.
Kepada masyarakat yang pernah merasa dirugikan oleh tindakan ormas GMBI, Ibrahim Tompo, mempersilahkan masyarakat dan jangan ragu-ragu untuk melaporkan kepada kepolisian setempat untuk diproses secara hukum.
“Hukum tidak boleh di intervensi oleh kekuatan manapun dan negara harus hadir untuk melindungi masyarakat,” tandas Ibrahim Tompo.