Rohidin, Sang Pegiat Cagar Budaya Raih Predikat Cum Laude
Reporter: Dono Darsono
E-media, Tasikmalaya – Sang pegiat Cagar Budaya Tasikmalaya, Rohidin, menyabet gelar magister dalam Ilmu Adiministrasi Negara setelah berhasil mempertahankan tesisnya yang berjudul ANALISIS IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DI KABUPATEN TASIKMALAYA. Dihadapan lima penyidang yang dimotori Prof. Dr. Drs. H. Ishak Kusnandar, M.Si, di Kampus STIA YPPT Tasikmalaya. Rohidin meraih predikat Cum Laude, dengan IPK 3,79.
Dalam sidang yang berlangsung hampir dua jam, Rohidin dihadapan para penyidang memaparkan hasil penelitiannya bahwa impelementasi Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya Di Kabupaten Tasikmalaya belum efektif. Penyebabnya, lanjut Rohidin, pertama, akibat kebijakan yang diidealkan (idealized policy) berupa Peraturan Bupati Nomor 65 Tahun 2023 Tentang Pedoman Pelaksanaan teknis, terlalu rumit untuk diimplementasikan karena dinilai terlalu administratif.
Penyebab kedua adanya kelompok sasaran (target groups) yang belum mengetahui peraturan tentang pengelolaan dan pelestarian cagar budaya. Bahkan, aspek kedua ini diperkuat dengan munculnya ketidakpercayaan terhadap pemerintah dari Pemilik, penguasaan dan penggiat cagar budaya dalam pelaksanaan pengelolaan dan pelestarian cagar budaya.
Penyebab ketiga, Unit Bikrokasi (Implementing organization) belum optimal dalam menginventarisasi, memanfaatkan sistem teknologi informasi, komunikasi dan koordinasi dengan penggiat cagar budaya, sumber daya manusia yang tidak memliki kapabilitas dibidang cagar budaya. Penyebab keempat, faktor lingkungan (environmental factor) dengan kesadaran masyarakat yang masih relatif rendah, dan faktor lingkungan politik yang belum memprioritaskan pengelolaan, pelestarian cagar budaya.
“Dari hasil penelitian ada empat faktor penghambat Pemda Kabupaten Tasikmalaya tidak efektif dalam mengelola cagar budaya, yaitu sumber daya implementor sangat minim. Alokasi anggaran dan fasilitas belum mempuni. Kemitraan dan kolaborasi yang belum optimal, dan kesadaran masyarakat yang masih rendah,” papar Rohdin dihadapan para penyidang.
Untuk memaksimalkan pengelolaan cagar budaya di wilayah Kabupaten Tasikmalaya, Rohidin menyarankan untuk dilakukan pengkajian ulang mengenai Perbup Nomor 65 Tahun 2023 karena dipandang terlalu birokrasi. Birokrasi pada prinsipnya membuat pihak ketiga dan para pegiat cagar budaya enggan untuk berpatisipasi dalam mengelola, menggali potensi sejarah dan budayanya lantaran terbentur aturan panjang dan berbelit yang harus ditempuh.
Berdasarkan hasil penelitian, demikian Rohidin, Perbup Kabupaten Tasikmalaya No. 65 Tahun 2023 menuai kontroversi di kalangan pegiat budaya dan pemerhati hukum. Pasalnya, Perbup ini selain berpotensi menghambat implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, juga dianggap kontradiktif dengan Perda Kabupaten Tasikmalaya Nomor 1 Tahun 2014 mengenai pelestarian dan pengembangan warisan budaya lokal. “Perbup seharusnya mendukung dua kebijakan. Bukan menjadi penghambat dua kebijakan,”tutur Sultan Rohidin Patrakusumah VIII Trust of Guarantee Phoenix Ina 18.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 lanjut Rohidin, mengamanatkan pemerintah daerah untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya. Sedangkan, Perda No. 1 Tahun 2014 memperkuat tanggung jawab pemerintah Kabupaten Tasikmalaya dalam mengeksploitasi dan mengembangkan potensi budaya yang ada. Idealnya, Perbup harus memberikan kemudahan untuk mengimplementasikan kedua kebijakan di lapangan dengan melibatkan masyarakat dan komunitas lokal untuk berpartisipasi aktif dalam pelestarian budaya. “Bupati pelaksana undang-undang dan jangan menjadi penghambat undang-undang,”.
Untuk mewujudkan pelestarian cagar budaya yang optimal dan profesional, Rohidin menyarankan perlu adanya singkronisasi regulasi tentang kebijakan pelestarian dan pengelolaan cagar budaya Di Kabupaten Tasikmalaya. Membentuk Dinas Kebudayaan tersendiri dengan membuat program strategis prioritas pelestarian dan pengelolaan cagar budaya. Membuka ruang kemitraan dan kolaborasi dengan sektor swasta, akademisi, dan lembaga non-pemerintah yang menyediakan dana, riset, atau teknologi untuk pelestarian dan pengelolaan cagar budaya di Kabupaten Tasikmalaya. Terpenting lagi, adanya intruksi bupati kepada Pemerintah Desa di Kabupaten Tasikmalaya untuk membuat Peraturan Desa tentang Pelestarian dan pengelolaan cagar budaya. ***