Pemda Kebiri Pegiat Cagar Budaya Lewat Perbup?
Reporter: Dono Darsono
E-media, Tasikmalaya – Pemda Kabupaten Tasikmalaya dituding mengibiri pegiat cagar budaya dalam menggali dan mengelola potensi cagar budaya yang ada di wilayah tersebut.
Bentuk pengebirian itu diwujudkan melalui Peraturan Bupati (Perbup) No. 65 Tahun 2023 tentang kekuasaan Bupati dalam mengatur izin penelitian dan pencarian potensi cagar budaya.
Bahkan, kehadiran Perbup itu dipandang sebagai biangkerok penyebab memblenya penggalian dan pengelolaan cagar budaya menjadi aset wisata dan pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya.
Kabupaten Tasikmalaya memiliki banyak cagar budaya mulai dari situs sejarah, kawasan adat, warisan budaya takbenda, cerita rakyat dan tradisi turun-temurun. Warisan budaya tersebut hingga kini masih tersimpan rapih karena masyarakat termasuk para pegiat cagar budaya enggan untuk bergerak akibat ribetnya birokrasi.
“Perbup No. 65 Tahun 2023, terkesan menghambat. Perlu segera dikaji ulang. Pelestarian cagar budaya tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tapi seluruh elemen masyarakat,” tandas pegiat cagar budaya Rohidin, SH, MH, M.Si.
Perbup Nomor 65 Tahun 2023 merupakan peraturan yang terkesan memperumit aturan main penggalian dan pengelolaan cagar budaya di Kabupaten Tasikmalaya.
Hal itu dituangkan pada Pasal 11, yang isinya mengatur izin penelitian dan pencarian potensi cagar budaya harus melalui bupati. Karenanya, pasal itu dapat ditafsirkan sebagai pasal penghambat upaya menyenangkan dan melestarikan warisan budaya.
Berpijak dari realitas itu, Sultan Rohidin Patrakusumah VIII Trust of Guarantee Phoenix Ina 18, meminta Perbub itu harus dikaji ulang, agar para pegiat, dan masyarakat dapat mengelola, menggali potensi sejarah dan budayanya, demi kemaslahatan dari segi ekonomi maupun pelestarian warisan sejarah.
Di sisi lain, Rohidin berpendapat Perbup No.65 Tahun 2023 sangat administratif sehingga melahirkan sebuah kebijakan yang rumit, berbelit terutama dalam mengurus surat perizinan pengelolaan cagar budaya.
Terlalu adinistratif inilah yang menyebabkan hilangnya semangat juang masyarakat lokal yang ingin berkontribusi dalam pengembangan budaya. Padahal, Menteri Kebudayaan Fadli Zon, memberikan kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan ninilai-niai budaya sehingga Indonesia menjadi ibu kota kebudayaan dunia.
Berdasarkan kajian Rohidin, kehadiran Peraturan Bupati (Perbup) Tasikmalaya No. 65 Tahun 2023 menuai kontroversi di kalangan pegiat budaya dan pemerhati hukum. Pasalnya, Perbup ini selain berpotensi menghambat implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, juga dianggap bertentangan dengan Perda Kabupaten Tasikmalaya Nomor 1 Tahun 2014 mengenai pelestarian dan pengembangan warisan budaya lokal.
“Perbup seharusnya mendukung dua kebijakan itu, bukan menjadi penghambat dua kebjakan,” tandasnya.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 demikian Rohiidin, mengamanatkan pemerintah daerah untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya.
Sedangkan, Perda No. 1 Tahun 2014 memperkuat tanggung jawab pemerintah Kabupaten Tasikmalaya dalam mengeksploitasi dan mengembangkan potensi budaya yang ada. Idealnya, Perbup harus memberikan kemudahan untuk mengimplementasikan kedua kebijakan di lapangan dengan melibatkan masyarakat dan komunitas lokal untuk berpartisipasi aktif dalam pelestarian budaya.
“Bupati pelaksana undang-undang dan jangan menjadi penghambat undang-undang,” imbuhnya.
Untuk itu, pegiat cagar budaya Rohidin, beranggapan Perbup Nomor 65 Tahun 2023, selain merupakan bentuk politisasi pemerintah berkedok cagar budaya, juga, merupakan Perbup berpotensi membuka konflik dengan aturan hukum yang lebih tinggi yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 dan Perda Kabupaten Tasikmalaya Nomor 1 Tahun 2014.
Idealnya, Gubernur Jawa Barat harus segera membatalkan Perbup bermasalah ini.“Kalau gubernur tak sanggup, masyarakat bisa mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Agung (MA),” pungkasnya. ***